Rabu, 04 Mei 2016

ANALISIS CERPEN (DODOLITDODOLITDODOLITBRET)

LAMPIRAN 1.OBJEK PENELITIAN
Dodolitdodolitdodolibret
Cerpen Seno Gumira Ajidarma

 Kiplik sungguh mengerti, betapapun semua itu tentunya hanya dongeng.

“Mana ada orang bisa berjalan di atas air,” pikirnya.

Namun, ia memang berpendapat bahwa jika seseorang ingin membaca doa, maka ia harus belajar membaca doa secara benar.

”Bagaimana mungkin doanya sampai jika kata-katanya salah,” pikir Kiplik, ”karena jika kata-katanya salah, tentu maknanya berbeda, bahkan jangan-jangan bertentangan. Bukankah buku Cara Berdoa yang Benar memang dijual di mana-mana?”

Adapun dongeng yang didengarnya menyampaikan pesan, betapa siapa pun orangnya yang berdoa dengan benar, akan mampu berjalan di atas air

Kiplik memang bisa membayangkan, bagaimana kebesaran jiwa yang dicapai seseorang setelah mampu membaca doa secara benar, akan membebaskan tubuh seseorang dari keterikatan duniawi, dan salah satu perwujudannya adalah bisa berjalan di atas air.

  Namun, ia juga sangat sadar sesadar-sadarnya, pembayangan yang bagaimanapun, betapapun masuk akalnya, tidaklah harus berarti akan terwujudkan sebagai kenyataan, dalam pengertian dapat disaksikan dengan mata kepala sendiri.

”Dongeng itu hanyalah perlambang,” pikirnya, ”untuk menegaskan kebebasan jiwa yang akan didapatkan siapa pun yang berdoa dengan benar.”

Justru karena itu, semenjak Kiplik memperdalam ilmu berdoa, kepada siapa pun yang ditemuinya, ia selalu menekankan pentingnya berdoa dengan benar. Adapun yang dimaksudnya berdoa dengan benar bukanlah sekadar kata-katanya tidak keliru, gerakannya tepat, dan waktunya terukur, selain tentu saja perhatiannya terpusat, melainkan juga dengan kepercayaan yang mendalam dan tak tergoyahkan betapa sedang melakukan sesuatu yang benar, sangat benar, bagaikan tiada lagi yang akan lebih benar.

Kebahagiaan yang telah didapatkannya membuat Kiplik merasa mendapatkan suatu kekayaan tak ternilai, dan karena itulah kemudian ia pun selalu ingin membaginya. Setiap kali ia berhasil membagikan kekayaan itu, kebahagiaannya bertambah, sehingga semakin seringlah Kiplik menemui banyak orang dan mengajarinya cara berdoa yang benar.

Ternyata tidak sedikit pula orang percaya dan merasakan kebenaran pendapat Kiplik, bahwa dengan berdoa secara benar, bukan hanya karena cara-caranya, tetapi juga karena tahap kejiwaan yang dapat dicapai dengan itu, siapa pun akan mendapatkan ketenangan dan kemantapan yang lebih memungkinkan untuk mencapai kebahagiaan.

Demikianlah akhirnya Kiplik pun dikenal sebagai Guru Kiplik. Mereka yang telah mengalami bagaimana kebahagiaan itu dapat dicapai dengan berdoa secara benar, merasa sangat berterima kasih dan banyak di antaranya ingin mengikuti ke mana pun Kiplik pergi.

”Izinkan kami mengikutimu Guru, izinkanlah kami mengabdi kepadamu, agar kami dapat semakin mendalami dan menghayati bagaimana caranya berdoa secara benar,” kata mereka.

Namun, Guru Kiplik selalu menolaknya.

”Tidak ada lagi yang bisa daku ajarkan, selain mencapai kebahagiaan,” katanya, ”dan apalah yang bisa lebih tinggi dan lebih dalam lagi selain dari mencapai kebahagiaan?”

Guru Kiplik bukan semacam manusia yang menganggap dirinya seorang nabi, yang begitu yakin bisa membawa pengikutnya masuk surga. Ia hanya seperti seseorang yang ingin membagikan kekayaan batinnya, dan akan merasa bahagia jika orang lain menjadi berbahagia karenanya.

Demikianlah Guru Kiplik semakin percaya, bahwa berdoa dengan cara yang benar adalah jalan mencapai kebahagiaan. Dari satu tempat ke tempat lain Guru Kiplik pun mengembara untuk menyampaikan pendapatnya tersebut sambil mengajarkan cara berdoa yang benar. Dari kampung ke kampung, dari kota ke kota, dari lembah ke gunung, dari sungai ke laut, sampai ke negeri-negeri yang jauh, dan di setiap tempat setiap orang bersyukur betapa Guru Kiplik pernah lewat dan memperkenalkan cara berdoa yang benar.
Sementara itu, kadang-kadang Guru Kiplik terpikir juga akan gagasan itu, bahwa mereka yang berdoa dengan benar akan bisa berjalan di atas air.

”Ah, itu hanya takhayul,” katanya kepada diri sendiri mengusir gagasan itu.


***
 Suatu ketika dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik di tepi sebuah danau. Begitu luasnya danau itu sehingga di tengahnya terdapatlah sebuah pulau. Ia telah mendengar bahwa di pulau tersebut terdapat orang-orang yang belum pernah meninggalkan pulau itu sama sekali. Guru Kiplik membayangkan, orang-orang itu tentunya kemungkinan besar belum mengetahui cara berdoa yang benar, karena tentunya siapa yang mengajarkannya? Danau itu memang begitu luas, sangat luas, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih luas, seperti lautan saja layaknya, sehingga Guru Kiplik pun hanya bisa geleng-geleng kepala.

”Danau seluas lautan,” pikirnya, ”apalagi yang masih bisa kukatakan?”

Maka disewanya sebuah perahu layar bersama awaknya agar bisa mencapai pulau itu, yang konon terletak tepat di tengah danau, benar-benar tepat di tengah, sehingga jika pelayaran itu salah memperkirakan arah, pulau itu tidak akan bisa ditemukan, karena kedudukannya hanyalah bagaikan noktah di danau seluas lautan.
Tiadalah usah diceritakan betapa lama dan susah payah perjalanan yang ditempuh Guru Kiplik. Namun, akhirnya ia pun sampai juga ke pulau tersebut. Ternyatalah bahwa pulau sebesar noktah itu subur makmur begitu rupa, sehingga penghuninya tiada perlu berlayar ke mana pun jua agar dapat hidup. Bahkan, para penghuninya itu juga tidak ingin pergi ke mana pun meski sekadar hanya untuk melihat dunia. Tidak terdapat satu perahu pun di pulau itu.

”Jangan-jangan mereka pun mengira, bahwa dunia hanyalah sebatas pulau sebesar noktah di tengah danau seluas lautan ini,” pikir Guru Kiplik.

Namun, alangkah terharunya Guru Kiplik setelah diketahuinya bahwa meskipun terpencil dan terasing, sembilan orang penduduk pulau sebesar noktah itu di samping bekerja juga tidak putus-putusnya berdoa!
”Tetapi sayang,” pikir Guru Kiplik, ”mereka berdoa dengan cara yang salah.”

Maka dengan penuh pengabdian dan perasaan kasih sayang tiada terkira, Guru Kiplik pun mengajarkan kepada mereka cara berdoa yang benar.

Setelah beberapa saat lamanya, Guru Kiplik menyadari betapa susahnya mengubah cara berdoa mereka yang salah itu.
                                                                                                                   
Dengan segala kesalahan gerak maupun ucapan dalam cara berdoa yang salah tersebut, demikian pendapat Guru Kiplik, mereka justru seperti berdoa untuk memohon kutukan bagi diri mereka sendiri!

”Kasihan sekali jika mereka menjadi terkutuk karena cara berdoa yang salah,” pikir Guru Kiplik.
Sebenarnya cara berdoa yang diajarkan Guru Kiplik sederhana sekali, bahkan sebetulnya setiap kali mereka pun berhasil menirunya, tetapi ketika kemudian mereka berdoa tanpa tuntunan Guru Kiplik, selalu saja langsung salah lagi.

”Jangan-jangan setan sendirilah yang selalu menyesatkan mereka dengan cara berdoa yang salah itu,” pikir Guru Kiplik, lagi.

Guru Kiplik hampir-hampir saja merasa putus asa. Namun, setelah melalui masa kesabaran yang luar biasa, akhirnya sembilan orang itu berhasil juga berdoa dengan cara yang benar.

Saat itulah Guru Kiplik merasa sudah tiba waktunya untuk pamit dan melanjutkan perjalanannya. Di atas perahu layarnya Guru Kiplik merasa bersyukur telah berhasil mengajarkan cara berdoa yang benar.
”Syukurlah mereka terhindar dari kutukan yang tidak dengan sengaja mereka undang,” katanya kepada para awak perahu.

Pada saat waktu untuk berdoa tiba, Guru Kiplik pun berdoa di atas perahu dengan cara yang benar.

 Baru saja selesai berdoa, salah satu dari awak perahunya berteriak.

”Guru! Lihat!”

Guru Kiplik pun menoleh ke arah yang ditunjuknya. Alangkah terkejutnya Guru Kiplik melihat sembilan orang penghuni pulau tampak datang berlari-lari di atas air!

Guru Kiplik terpana, matanya terkejap-kejap dan mulutnya menganga. Mungkinkah sembilan penghuni pulau terpencil, yang baru saja diajarinya cara berdoa yang benar itu, telah begitu benar doanya, begitu benar dan sangat benar bagaikan tiada lagi yang bisa lebih benar, sehingga mampu bukan hanya berjalan, tetapi bahkan berlari-lari di atas air?

Sembilan orang penghuni pulau terpencil itu berlari cepat sekali di atas air, mendekati perahu sambil berteriak-teriak.

 ”Guru! Guru! Tolonglah kembali Guru! Kami lupa lagi bagaimana cara berdoa yang benar!”

                                                                                                                        Ubud, Oktober 2009 /
Kampung Utan, Agustus 2010.

 A.Deskripsi Data
a.Biografi tokoh
            1.Seno  Gumira  Ajidarma
Seno Gumira Ajidarma (lahir di Boston, Amerika Serikat, 19 Juni 1958; umur 57 tahun)  adalah penulis dari generasi baru di sastra Indonesia. Beberapa buku karyanya adalah Atas Nama Malam, Wisanggeni—Sang Buronan, Sepotong Senja untuk Pacarku, Biola tak Berdawai, Kitab Omong Kosong, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, dan Negeri Senja.
Dia juga terkenal karena dia menulis tentang situasi di Timor Timur tempo dulu. Tulisannya tentang Timor Timur dituangkan dalam trilogi buku Saksi Mata (kumpulan cerpen), Jazz, Parfum, dan Insiden (roman), dan Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara (kumpulan esai). Pada 2014, dia meluncurkan blog bernama PanaJournal - www.panajournal.com tentang human interest stories bersama sejumlah wartawan dan profesional di bidang komunikasi.
                                                                                           
b.Sinopsis cerpen : Dodolitdodolitdodolibret  karya : Seno Gumira  Ajidarma
Cerpen ini menceritakan seorang lelaki bernama Kiplik yang merasa yakin telah menguasai dan mengamalkan “cara berdoa yang benar”. Menurut hasil pengamatan Kiplik banyak sekali orang yang berdoa dengan tidak benar, padahal jika kata-kata dalam sebuah doa yang diucapkan salah, maka bukan saja menghasilkan makna yang berbeda, tetapi malah bisa bertentangan. Dalam keyakinan Kiplik, “cara berdoa yang benar” itu haruslah sempurna, yakni kata-katanya tidak keliru, gerakannya tepat, waktunya terukur, perhatiannya terpusat, dilandasi kepercayaan yang mendalam dan tak tergoyahkan, seolah-olah sedang melakukan sesuatu yang benar, sangat benar, bagaikan tiada lagi yang akan lebih benar. Dengan kebenaran cara berdoa yang dipraktikkan Kiplik dalam kehidupannya, ia mendapatkan kebahagiaan yang tiada tara.
Kebahagiaan yang diperolehnya membuat Kiplik merasa mendapatkan suatu kekayaan yang tidak ternilai, dan oleh sebab itu ia selalu ingin membagikannya kepada siapa saja. Sebagai ahli ilmu berdoa, Kiplik yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Guru Kiplik mengembara untuk mengajarkan ilmunya kepada orang banyak , agar mereka dapat berdoa dengan benar seperti dirinya, dan mencapai kebahagiaan seperti dirinya pula. Banyak orang percaya dan merasakan kebenaran pendapat Guru Kiplik, serta menjadi pengikutnya.
Sebagai seorang ahli berdoa, Guru Kiplik menyangsikan kebenaran sebuah dongeng lama, bahwa siapa pun yang berdoa dengan benar akan mampu berjalan di atas air. Menurut Guru Kiplik dongeng itu hanyalah perlambang untuk menegaskan kebebasan jiwa yang akan diperoleh siapa pun yang berdoa dengan benar.
Suatu ketika, Guru Kiplik mengembara ke sebuah pulau terisolir di tengah sebuah danau yang sangat luas. Pulau itu subur makmur sehingga penghuninya tidak perlu keluar pulau untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Guru Kiplik mendapati sembilan orang penduduk pulau tersebut yang rajin bekerja dan tidak putus-putusnya berdoa. Namun cara berdoa yang mereka lakukan ternyata salah di mata Guru Kiplik. Untuk itu ia merasa terpanggil mengubah cara berdoa mereka yang salah tersebut, sebab menurutnya cara berdoa penduduk pulau tersebut justru memohon kutukan bagi diri mereka sendiri. Dengan susah-payah akhirnya Guru Kiplik berhasil mengajari mereka “cara berdoa yang benar”.
Setelah berhasil, Guru Kiplik pamit untuk melanjutkan perjalanannya. Ia merasa bersyukur telah berhasil mengajari mereka. Setelah berada di atas perahu dan melanjutkan perjalanan, Guru Kiplik merasa tercengang ketika menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa kesembilan warga pulau tersebut menyusulnya dengan berlari di atas air sambil berteriak, “Guru! Guru! Tolonglah kembali Guru! Kami lupa lagi bagaimana cara berdoa yang benar!”
Guru Kiplik terpana, matanya terkejap-kejap dan mulutnya menganga. Mungkinkah sembilan penghuni pulau terpencil, yang baru saja diajarinya cara berdoa yang benar itu, telah begitu benar doanya, begitu benar dan sangat benar bagaikan tiada lagi yang bisa lebih benar, sehingga mampu bukan hanya berjalan, tetapi bahkan berlari-lari di atas air.

B.Analisis Data
1.Cerpen “Dodolitdodolitdodolibret” karya Seno Gumira Adjidarma
a.Struktur cerpen
1.Alur
          Untuk menentukan struktur alur yang digunakan  pengarang di dalam cerpen ini,penenliti berusaha melihat rangkaian peristiwa yang terdapat di dalm cerpen.Rangkaian peristiwa tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Namun ia memang berpendapat bahwa jika seorang ingin membaca doa, maka ia harus belajar membaca doa  secara benar.
2.      Ternyata tidak sedikit pula orang percaya dan merasakan kebenaran pendapat kiplik, bahwa dengan berdoa secara benar, bukan hanya kareana cara-cara nya tapi juga karena tahap kejiwaan yang dapat dicapai itu, siapa pun akan mendapatkan ketenangan dan kemantapan yang lebih memugkinkan untuk mencapai kebahagiaan.
3.      Demikianlah akhirnya kiplik pun dikenal sebagai guru kiplik.Merekaang telah mengalami bagaimana kebahagiaan itu dapat di capai dengan berdoa secara  benar, merasa sangat berterima kasih dan banyak diantaranya ingin mengikuti kemana pun kiplik pergi.
4.      Suatu ketika dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik di tepi sebuah danau. Begitu luasnya danau itu sehingga di tengahnya terdapatlah sebuah pulau. Ia telah mendengar bahwa di pulau tersebut terdapat orang-orang yang belum pernah meninggalkan pulau itu sama sekali.
5.      Setelah beberapa saat lamanya, Guru Kiplik menyadari betapa susahnya mengubah cara berdoa mereka yang salah itu.
6.      Sembilan orang penghuni pulau terpencil itu berlari cepat sekali di atas air, mendekati
          ”Guru! Guru! Tolonglah kembali Guru! Kami lupa lagi bagaimana cara berdoa yang
      benar.
           Maka jelaslah bahwa alur cerpen ini disusun menggunaakan alur maju di awali dengan keyakinan seseorang yaitu kiplik terhadap cara yang benar dalam berdoa. Kemudian ia mengajarkan keyakinannya pada orang-orang hingga sampai pada suatu pulau yang dianggapnya akan banyak penduduk yangsangat membutuhkan pembenaran cara berdoa pada kenyataannya orang atau penduduk yang dianggap salah cara berdoanya itu ternyata malah sebaliknya, merekalah yang lebih baik berdoanya.Karena kiplik  berkeyakinan orang yang berdoa sangat baik ia dapat berjalan di atas air dan ternyata penduduk di pulau itu bisa berlari-lari di atas air.
2.Penokohan
a.Guru kiplik
          Guru kiplik adalah seorang yang dianggap  benar,suci,ssufi yang memiliki keyakinanbisa mengajarkan hal yang dianggapnaya benar dan bisa membawa kebahagiaan bagi orang banyak.
b.9 orang penduduk
          Taat berdoa, rajin beribadah namun 9 orang penduduk di pulau terpencil yang menganggap diLAMPIRAN 1.OBJEK PENELITIAN
Dodolitdodolitdodolibret
Cerpen Seno Gumira Ajidarma

 Kiplik sungguh mengerti, betapapun semua itu tentunya hanya dongeng.

“Mana ada orang bisa berjalan di atas air,” pikirnya.

Namun, ia memang berpendapat bahwa jika seseorang ingin membaca doa, maka ia harus belajar membaca doa secara benar.

”Bagaimana mungkin doanya sampai jika kata-katanya salah,” pikir Kiplik, ”karena jika kata-katanya salah, tentu maknanya berbeda, bahkan jangan-jangan bertentangan. Bukankah buku Cara Berdoa yang Benar memang dijual di mana-mana?”

Adapun dongeng yang didengarnya menyampaikan pesan, betapa siapa pun orangnya yang berdoa dengan benar, akan mampu berjalan di atas air

Kiplik memang bisa membayangkan, bagaimana kebesaran jiwa yang dicapai seseorang setelah mampu membaca doa secara benar, akan membebaskan tubuh seseorang dari keterikatan duniawi, dan salah satu perwujudannya adalah bisa berjalan di atas air.

  Namun, ia juga sangat sadar sesadar-sadarnya, pembayangan yang bagaimanapun, betapapun masuk akalnya, tidaklah harus berarti akan terwujudkan sebagai kenyataan, dalam pengertian dapat disaksikan dengan mata kepala sendiri.

”Dongeng itu hanyalah perlambang,” pikirnya, ”untuk menegaskan kebebasan jiwa yang akan didapatkan siapa pun yang berdoa dengan benar.”

Justru karena itu, semenjak Kiplik memperdalam ilmu berdoa, kepada siapa pun yang ditemuinya, ia selalu menekankan pentingnya berdoa dengan benar. Adapun yang dimaksudnya berdoa dengan benar bukanlah sekadar kata-katanya tidak keliru, gerakannya tepat, dan waktunya terukur, selain tentu saja perhatiannya terpusat, melainkan juga dengan kepercayaan yang mendalam dan tak tergoyahkan betapa sedang melakukan sesuatu yang benar, sangat benar, bagaikan tiada lagi yang akan lebih benar.

Kebahagiaan yang telah didapatkannya membuat Kiplik merasa mendapatkan suatu kekayaan tak ternilai, dan karena itulah kemudian ia pun selalu ingin membaginya. Setiap kali ia berhasil membagikan kekayaan itu, kebahagiaannya bertambah, sehingga semakin seringlah Kiplik menemui banyak orang dan mengajarinya cara berdoa yang benar.

Ternyata tidak sedikit pula orang percaya dan merasakan kebenaran pendapat Kiplik, bahwa dengan berdoa secara benar, bukan hanya karena cara-caranya, tetapi juga karena tahap kejiwaan yang dapat dicapai dengan itu, siapa pun akan mendapatkan ketenangan dan kemantapan yang lebih memungkinkan untuk mencapai kebahagiaan.

Demikianlah akhirnya Kiplik pun dikenal sebagai Guru Kiplik. Mereka yang telah mengalami bagaimana kebahagiaan itu dapat dicapai dengan berdoa secara benar, merasa sangat berterima kasih dan banyak di antaranya ingin mengikuti ke mana pun Kiplik pergi.

”Izinkan kami mengikutimu Guru, izinkanlah kami mengabdi kepadamu, agar kami dapat semakin mendalami dan menghayati bagaimana caranya berdoa secara benar,” kata mereka.

Namun, Guru Kiplik selalu menolaknya.

”Tidak ada lagi yang bisa daku ajarkan, selain mencapai kebahagiaan,” katanya, ”dan apalah yang bisa lebih tinggi dan lebih dalam lagi selain dari mencapai kebahagiaan?”

Guru Kiplik bukan semacam manusia yang menganggap dirinya seorang nabi, yang begitu yakin bisa membawa pengikutnya masuk surga. Ia hanya seperti seseorang yang ingin membagikan kekayaan batinnya, dan akan merasa bahagia jika orang lain menjadi berbahagia karenanya.

Demikianlah Guru Kiplik semakin percaya, bahwa berdoa dengan cara yang benar adalah jalan mencapai kebahagiaan. Dari satu tempat ke tempat lain Guru Kiplik pun mengembara untuk menyampaikan pendapatnya tersebut sambil mengajarkan cara berdoa yang benar. Dari kampung ke kampung, dari kota ke kota, dari lembah ke gunung, dari sungai ke laut, sampai ke negeri-negeri yang jauh, dan di setiap tempat setiap orang bersyukur betapa Guru Kiplik pernah lewat dan memperkenalkan cara berdoa yang benar.
Sementara itu, kadang-kadang Guru Kiplik terpikir juga akan gagasan itu, bahwa mereka yang berdoa dengan benar akan bisa berjalan di atas air.

”Ah, itu hanya takhayul,” katanya kepada diri sendiri mengusir gagasan itu.


***
 Suatu ketika dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik di tepi sebuah danau. Begitu luasnya danau itu sehingga di tengahnya terdapatlah sebuah pulau. Ia telah mendengar bahwa di pulau tersebut terdapat orang-orang yang belum pernah meninggalkan pulau itu sama sekali. Guru Kiplik membayangkan, orang-orang itu tentunya kemungkinan besar belum mengetahui cara berdoa yang benar, karena tentunya siapa yang mengajarkannya? Danau itu memang begitu luas, sangat luas, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih luas, seperti lautan saja layaknya, sehingga Guru Kiplik pun hanya bisa geleng-geleng kepala.

”Danau seluas lautan,” pikirnya, ”apalagi yang masih bisa kukatakan?”

Maka disewanya sebuah perahu layar bersama awaknya agar bisa mencapai pulau itu, yang konon terletak tepat di tengah danau, benar-benar tepat di tengah, sehingga jika pelayaran itu salah memperkirakan arah, pulau itu tidak akan bisa ditemukan, karena kedudukannya hanyalah bagaikan noktah di danau seluas lautan.
Tiadalah usah diceritakan betapa lama dan susah payah perjalanan yang ditempuh Guru Kiplik. Namun, akhirnya ia pun sampai juga ke pulau tersebut. Ternyatalah bahwa pulau sebesar noktah itu subur makmur begitu rupa, sehingga penghuninya tiada perlu berlayar ke mana pun jua agar dapat hidup. Bahkan, para penghuninya itu juga tidak ingin pergi ke mana pun meski sekadar hanya untuk melihat dunia. Tidak terdapat satu perahu pun di pulau itu.

”Jangan-jangan mereka pun mengira, bahwa dunia hanyalah sebatas pulau sebesar noktah di tengah danau seluas lautan ini,” pikir Guru Kiplik.

Namun, alangkah terharunya Guru Kiplik setelah diketahuinya bahwa meskipun terpencil dan terasing, sembilan orang penduduk pulau sebesar noktah itu di samping bekerja juga tidak putus-putusnya berdoa!
”Tetapi sayang,” pikir Guru Kiplik, ”mereka berdoa dengan cara yang salah.”

Maka dengan penuh pengabdian dan perasaan kasih sayang tiada terkira, Guru Kiplik pun mengajarkan kepada mereka cara berdoa yang benar.

Setelah beberapa saat lamanya, Guru Kiplik menyadari betapa susahnya mengubah cara berdoa mereka yang salah itu.
                                                                                                                   
Dengan segala kesalahan gerak maupun ucapan dalam cara berdoa yang salah tersebut, demikian pendapat Guru Kiplik, mereka justru seperti berdoa untuk memohon kutukan bagi diri mereka sendiri!

”Kasihan sekali jika mereka menjadi terkutuk karena cara berdoa yang salah,” pikir Guru Kiplik.
Sebenarnya cara berdoa yang diajarkan Guru Kiplik sederhana sekali, bahkan sebetulnya setiap kali mereka pun berhasil menirunya, tetapi ketika kemudian mereka berdoa tanpa tuntunan Guru Kiplik, selalu saja langsung salah lagi.

”Jangan-jangan setan sendirilah yang selalu menyesatkan mereka dengan cara berdoa yang salah itu,” pikir Guru Kiplik, lagi.

Guru Kiplik hampir-hampir saja merasa putus asa. Namun, setelah melalui masa kesabaran yang luar biasa, akhirnya sembilan orang itu berhasil juga berdoa dengan cara yang benar.

Saat itulah Guru Kiplik merasa sudah tiba waktunya untuk pamit dan melanjutkan perjalanannya. Di atas perahu layarnya Guru Kiplik merasa bersyukur telah berhasil mengajarkan cara berdoa yang benar.
”Syukurlah mereka terhindar dari kutukan yang tidak dengan sengaja mereka undang,” katanya kepada para awak perahu.

Pada saat waktu untuk berdoa tiba, Guru Kiplik pun berdoa di atas perahu dengan cara yang benar.

 Baru saja selesai berdoa, salah satu dari awak perahunya berteriak.

”Guru! Lihat!”

Guru Kiplik pun menoleh ke arah yang ditunjuknya. Alangkah terkejutnya Guru Kiplik melihat sembilan orang penghuni pulau tampak datang berlari-lari di atas air!

Guru Kiplik terpana, matanya terkejap-kejap dan mulutnya menganga. Mungkinkah sembilan penghuni pulau terpencil, yang baru saja diajarinya cara berdoa yang benar itu, telah begitu benar doanya, begitu benar dan sangat benar bagaikan tiada lagi yang bisa lebih benar, sehingga mampu bukan hanya berjalan, tetapi bahkan berlari-lari di atas air?

Sembilan orang penghuni pulau terpencil itu berlari cepat sekali di atas air, mendekati perahu sambil berteriak-teriak.

 ”Guru! Guru! Tolonglah kembali Guru! Kami lupa lagi bagaimana cara berdoa yang benar!”

                                                                                                                        Ubud, Oktober 2009 /
Kampung Utan, Agustus 2010.

 A.Deskripsi Data
a.Biografi tokoh
            1.Seno  Gumira  Ajidarma
Seno Gumira Ajidarma (lahir di Boston, Amerika Serikat, 19 Juni 1958; umur 57 tahun)  adalah penulis dari generasi baru di sastra Indonesia. Beberapa buku karyanya adalah Atas Nama Malam, Wisanggeni—Sang Buronan, Sepotong Senja untuk Pacarku, Biola tak Berdawai, Kitab Omong Kosong, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, dan Negeri Senja.
Dia juga terkenal karena dia menulis tentang situasi di Timor Timur tempo dulu. Tulisannya tentang Timor Timur dituangkan dalam trilogi buku Saksi Mata (kumpulan cerpen), Jazz, Parfum, dan Insiden (roman), dan Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara (kumpulan esai). Pada 2014, dia meluncurkan blog bernama PanaJournal - www.panajournal.com tentang human interest stories bersama sejumlah wartawan dan profesional di bidang komunikasi.
                                                                                           
b.Sinopsis cerpen : Dodolitdodolitdodolibret  karya : Seno Gumira  Ajidarma
Cerpen ini menceritakan seorang lelaki bernama Kiplik yang merasa yakin telah menguasai dan mengamalkan “cara berdoa yang benar”. Menurut hasil pengamatan Kiplik banyak sekali orang yang berdoa dengan tidak benar, padahal jika kata-kata dalam sebuah doa yang diucapkan salah, maka bukan saja menghasilkan makna yang berbeda, tetapi malah bisa bertentangan. Dalam keyakinan Kiplik, “cara berdoa yang benar” itu haruslah sempurna, yakni kata-katanya tidak keliru, gerakannya tepat, waktunya terukur, perhatiannya terpusat, dilandasi kepercayaan yang mendalam dan tak tergoyahkan, seolah-olah sedang melakukan sesuatu yang benar, sangat benar, bagaikan tiada lagi yang akan lebih benar. Dengan kebenaran cara berdoa yang dipraktikkan Kiplik dalam kehidupannya, ia mendapatkan kebahagiaan yang tiada tara.
Kebahagiaan yang diperolehnya membuat Kiplik merasa mendapatkan suatu kekayaan yang tidak ternilai, dan oleh sebab itu ia selalu ingin membagikannya kepada siapa saja. Sebagai ahli ilmu berdoa, Kiplik yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Guru Kiplik mengembara untuk mengajarkan ilmunya kepada orang banyak , agar mereka dapat berdoa dengan benar seperti dirinya, dan mencapai kebahagiaan seperti dirinya pula. Banyak orang percaya dan merasakan kebenaran pendapat Guru Kiplik, serta menjadi pengikutnya.
Sebagai seorang ahli berdoa, Guru Kiplik menyangsikan kebenaran sebuah dongeng lama, bahwa siapa pun yang berdoa dengan benar akan mampu berjalan di atas air. Menurut Guru Kiplik dongeng itu hanyalah perlambang untuk menegaskan kebebasan jiwa yang akan diperoleh siapa pun yang berdoa dengan benar.
Suatu ketika, Guru Kiplik mengembara ke sebuah pulau terisolir di tengah sebuah danau yang sangat luas. Pulau itu subur makmur sehingga penghuninya tidak perlu keluar pulau untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Guru Kiplik mendapati sembilan orang penduduk pulau tersebut yang rajin bekerja dan tidak putus-putusnya berdoa. Namun cara berdoa yang mereka lakukan ternyata salah di mata Guru Kiplik. Untuk itu ia merasa terpanggil mengubah cara berdoa mereka yang salah tersebut, sebab menurutnya cara berdoa penduduk pulau tersebut justru memohon kutukan bagi diri mereka sendiri. Dengan susah-payah akhirnya Guru Kiplik berhasil mengajari mereka “cara berdoa yang benar”.
Setelah berhasil, Guru Kiplik pamit untuk melanjutkan perjalanannya. Ia merasa bersyukur telah berhasil mengajari mereka. Setelah berada di atas perahu dan melanjutkan perjalanan, Guru Kiplik merasa tercengang ketika menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa kesembilan warga pulau tersebut menyusulnya dengan berlari di atas air sambil berteriak, “Guru! Guru! Tolonglah kembali Guru! Kami lupa lagi bagaimana cara berdoa yang benar!”
Guru Kiplik terpana, matanya terkejap-kejap dan mulutnya menganga. Mungkinkah sembilan penghuni pulau terpencil, yang baru saja diajarinya cara berdoa yang benar itu, telah begitu benar doanya, begitu benar dan sangat benar bagaikan tiada lagi yang bisa lebih benar, sehingga mampu bukan hanya berjalan, tetapi bahkan berlari-lari di atas air.

B.Analisis Data
1.Cerpen “Dodolitdodolitdodolibret” karya Seno Gumira Adjidarma
a.Struktur cerpen
1.Alur
          Untuk menentukan struktur alur yang digunakan  pengarang di dalam cerpen ini,penenliti berusaha melihat rangkaian peristiwa yang terdapat di dalm cerpen.Rangkaian peristiwa tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Namun ia memang berpendapat bahwa jika seorang ingin membaca doa, maka ia harus belajar membaca doa  secara benar.
2.      Ternyata tidak sedikit pula orang percaya dan merasakan kebenaran pendapat kiplik, bahwa dengan berdoa secara benar, bukan hanya kareana cara-cara nya tapi juga karena tahap kejiwaan yang dapat dicapai itu, siapa pun akan mendapatkan ketenangan dan kemantapan yang lebih memugkinkan untuk mencapai kebahagiaan.
3.      Demikianlah akhirnya kiplik pun dikenal sebagai guru kiplik.Merekaang telah mengalami bagaimana kebahagiaan itu dapat di capai dengan berdoa secara  benar, merasa sangat berterima kasih dan banyak diantaranya ingin mengikuti kemana pun kiplik pergi.
4.      Suatu ketika dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik di tepi sebuah danau. Begitu luasnya danau itu sehingga di tengahnya terdapatlah sebuah pulau. Ia telah mendengar bahwa di pulau tersebut terdapat orang-orang yang belum pernah meninggalkan pulau itu sama sekali.
5.      Setelah beberapa saat lamanya, Guru Kiplik menyadari betapa susahnya mengubah cara berdoa mereka yang salah itu.
6.      Sembilan orang penghuni pulau terpencil itu berlari cepat sekali di atas air, mendekati
          ”Guru! Guru! Tolonglah kembali Guru! Kami lupa lagi bagaimana cara berdoa yang
      benar.
           Maka jelaslah bahwa alur cerpen ini disusun menggunaakan alur maju di awali dengan keyakinan seseorang yaitu kiplik terhadap cara yang benar dalam berdoa. Kemudian ia mengajarkan keyakinannya pada orang-orang hingga sampai pada suatu pulau yang dianggapnya akan banyak penduduk yangsangat membutuhkan pembenaran cara berdoa pada kenyataannya orang atau penduduk yang dianggap salah cara berdoanya itu ternyata malah sebaliknya, merekalah yang lebih baik berdoanya.Karena kiplik  berkeyakinan orang yang berdoa sangat baik ia dapat berjalan di atas air dan ternyata penduduk di pulau itu bisa berlari-lari di atas air.
2.Penokohan
a.Guru kiplik
          Guru kiplik adalah seorang yang dianggap  benar,suci,ssufi yang memiliki keyakinanbisa mengajarkan hal yang dianggapnaya benar dan bisa membawa kebahagiaan bagi orang banyak.
b.9 orang penduduk
          Taat berdoa, rajin beribadah namun 9 orang penduduk di pulau terpencil yang menganggap dirinya bodoh dan dianggapsesat oleh Guru Kiplik ternyata merekalah yang lebih benar cara berdoanya karena bisa berlari di atas air.
3.Latar
           Pada bagian latar ini akan diuraikan latar tempat yang menjadi latar dari peristiwa yang dialami oleh para tokoh di dalam cerpen ini.Latar tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
a.Latar tempat
            Latar yang digunakan dalam cerpen ini sangat berkaitan atau meniliki hubungan yang erat dengan unsur-unsur lain dalam cerita.Hal ini dapat kita lihat dari kutipan cerpen berikut.
“Suatu ketika dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik di tepi sebuah danau begitu luasnya,danau itu sehingga ditengahnya terdapat sebuah pulau.”
             Dari kutipan di atas terlihat bahwa sebuah pulau terletak di tengah danau, menggambarkan sebuah daerah terpencil dan berpendudukan terbatas sehingga mempertajam pemaknaannya bahwa didaerah seperti ini cocok jika penduduknya tidak banyak berpengetahuan.
4. Tema
          Tema merupakan ide pokok atau pokok permasalahan yang terkandung di dalam cerpen.pokok permasalahan dalam cerpen ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Justru karena itu semenjak Kiplik memperdalam ilmu berdoa, kepada siapa pun yang di temuinya.Ia selalu menenkankan pentingnya berdoa dengan benar.Adapun yang dimaksudnya berdoa dengan benar bukanlah sekedar kata-katanya tidak keliru,gerakanya tepat, dan waktunya terukur,tentu saja perhattiannya terpusat, melainkan juga dengan kepercayaan yang mendalam dan tidak tergoyahkan betapa sedang melakukan sesuatu yang benar, sangat benar, bagaikan tidak lagi yang akan lebih benar.”

          Berdasarkan kutipan di atas jelaslah bahwa tema yang diangkat oleh pengarang dalam cerpen ini dari awal sampai akhir cerita tak lepas dari kata berdoa yang baik, hal ini menunjukan bahwa cerpen ini bercerita kisah keagamaan religi atau hal yang berbau metafisik (sufi).rinya bodoh dan dianggapsesat oleh Guru Kiplik ternyata merekalah yang lebih benar cara berdoanya karena bisa berlari di atas air.
3.Latar
           Pada bagian latar ini akan diuraikan latar tempat yang menjadi latar dari peristiwa yang dialami oleh para tokoh di dalam cerpen ini.Latar tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
a.Latar tempat
            Latar yang digunakan dalam cerpen ini sangat berkaitan atau meniliki hubungan yang erat dengan unsur-unsur lain dalam cerita.Hal ini dapat kita lihat dari kutipan cerpen berikut.
“Suatu ketika dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik di tepi sebuah danau begitu luasnya,danau itu sehingga ditengahnya terdapat sebuah pulau.”
             Dari kutipan di atas terlihat bahwa sebuah pulau terletak di tengah danau, menggambarkan sebuah daerah terpencil dan berpendudukan terbatas sehingga mempertajam pemaknaannya bahwa didaerah seperti ini cocok jika penduduknya tidak banyak berpengetahuan.
4. Tema
          Tema merupakan ide pokok atau pokok permasalahan yang terkandung di dalam cerpen.pokok permasalahan dalam cerpen ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Justru karena itu semenjak Kiplik memperdalam ilmu berdoa, kepada siapa pun yang di temuinya.Ia selalu menenkankan pentingnya berdoa dengan benar.Adapun yang dimaksudnya berdoa dengan benar bukanlah sekedar kata-katanya tidak keliru,gerakanya tepat, dan waktunya terukur,tentu saja perhattiannya terpusat, melainkan juga dengan kepercayaan yang mendalam dan tidak tergoyahkan betapa sedang melakukan sesuatu yang benar, sangat benar, bagaikan tidak lagi yang akan lebih benar.”


          Berdasarkan kutipan di atas jelaslah bahwa tema yang diangkat oleh pengarang dalam cerpen ini dari awal sampai akhir cerita tak lepas dari kata berdoa yang baik, hal ini menunjukan bahwa cerpen ini bercerita kisah keagamaan religi atau hal yang berbau metafisik (sufi).