LAMPIRAN
1.OBJEK PENELITIAN
Dodolitdodolitdodolibret
Cerpen Seno Gumira Ajidarma
Kiplik
sungguh mengerti, betapapun semua itu tentunya hanya dongeng.
“Mana
ada orang bisa berjalan di atas air,” pikirnya.
Namun,
ia memang berpendapat bahwa jika seseorang ingin membaca doa, maka ia harus
belajar membaca doa secara benar.
”Bagaimana
mungkin doanya sampai jika kata-katanya salah,” pikir Kiplik, ”karena jika
kata-katanya salah, tentu maknanya berbeda, bahkan jangan-jangan bertentangan.
Bukankah buku Cara Berdoa yang Benar memang dijual di mana-mana?”
Adapun
dongeng yang didengarnya menyampaikan pesan, betapa siapa pun orangnya yang
berdoa dengan benar, akan mampu berjalan di atas air
Kiplik
memang bisa membayangkan, bagaimana kebesaran jiwa yang dicapai seseorang
setelah mampu membaca doa secara benar, akan membebaskan tubuh seseorang dari
keterikatan duniawi, dan salah satu perwujudannya adalah bisa berjalan di atas
air.
Namun,
ia juga sangat sadar sesadar-sadarnya, pembayangan yang bagaimanapun, betapapun
masuk akalnya, tidaklah harus berarti akan terwujudkan sebagai kenyataan, dalam
pengertian dapat disaksikan dengan mata kepala sendiri.
”Dongeng
itu hanyalah perlambang,” pikirnya, ”untuk menegaskan kebebasan jiwa yang akan
didapatkan siapa pun yang berdoa dengan benar.”
Justru
karena itu, semenjak Kiplik memperdalam ilmu berdoa, kepada siapa pun yang
ditemuinya, ia selalu menekankan pentingnya berdoa dengan benar. Adapun yang
dimaksudnya berdoa dengan benar bukanlah sekadar kata-katanya tidak keliru,
gerakannya tepat, dan waktunya terukur, selain tentu saja perhatiannya
terpusat, melainkan juga dengan kepercayaan yang mendalam dan tak tergoyahkan
betapa sedang melakukan sesuatu yang benar, sangat benar, bagaikan tiada lagi
yang akan lebih benar.
Kebahagiaan
yang telah didapatkannya membuat Kiplik merasa mendapatkan suatu kekayaan tak
ternilai, dan karena itulah kemudian ia pun selalu ingin membaginya. Setiap
kali ia berhasil membagikan kekayaan itu, kebahagiaannya bertambah, sehingga
semakin seringlah Kiplik menemui banyak orang dan mengajarinya cara berdoa yang
benar.
Ternyata
tidak sedikit pula orang percaya dan merasakan kebenaran pendapat Kiplik, bahwa
dengan berdoa secara benar, bukan hanya karena cara-caranya, tetapi juga karena
tahap kejiwaan yang dapat dicapai dengan itu, siapa pun akan mendapatkan
ketenangan dan kemantapan yang lebih memungkinkan untuk mencapai kebahagiaan.
Demikianlah
akhirnya Kiplik pun dikenal sebagai Guru Kiplik. Mereka yang telah mengalami
bagaimana kebahagiaan itu dapat dicapai dengan berdoa secara benar, merasa
sangat berterima kasih dan banyak di antaranya ingin mengikuti ke mana pun
Kiplik pergi.
”Izinkan
kami mengikutimu Guru, izinkanlah kami mengabdi kepadamu, agar kami dapat
semakin mendalami dan menghayati bagaimana caranya berdoa secara benar,” kata
mereka.
Namun,
Guru Kiplik selalu menolaknya.
”Tidak
ada lagi yang bisa daku ajarkan, selain mencapai kebahagiaan,” katanya, ”dan
apalah yang bisa lebih tinggi dan lebih dalam lagi selain dari mencapai
kebahagiaan?”
Guru
Kiplik bukan semacam manusia yang menganggap dirinya seorang nabi, yang begitu
yakin bisa membawa pengikutnya masuk surga. Ia hanya seperti seseorang yang
ingin membagikan kekayaan batinnya, dan akan merasa bahagia jika orang lain
menjadi berbahagia karenanya.
Demikianlah
Guru Kiplik semakin percaya, bahwa berdoa dengan cara yang benar adalah jalan
mencapai kebahagiaan. Dari satu tempat ke tempat lain Guru Kiplik pun
mengembara untuk menyampaikan pendapatnya tersebut sambil mengajarkan cara
berdoa yang benar. Dari kampung ke kampung, dari kota ke kota, dari lembah ke
gunung, dari sungai ke laut, sampai ke negeri-negeri yang jauh, dan di setiap
tempat setiap orang bersyukur betapa Guru Kiplik pernah lewat dan
memperkenalkan cara berdoa yang benar.
Sementara
itu, kadang-kadang Guru Kiplik terpikir juga akan gagasan itu, bahwa mereka
yang berdoa dengan benar akan bisa berjalan di atas air.
”Ah,
itu hanya takhayul,” katanya kepada diri sendiri mengusir gagasan itu.
***
Suatu
ketika dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik di tepi sebuah danau. Begitu
luasnya danau itu sehingga di tengahnya terdapatlah sebuah pulau. Ia telah
mendengar bahwa di pulau tersebut terdapat orang-orang yang belum pernah
meninggalkan pulau itu sama sekali. Guru Kiplik membayangkan, orang-orang itu
tentunya kemungkinan besar belum mengetahui cara berdoa yang benar, karena
tentunya siapa yang mengajarkannya? Danau itu memang begitu luas, sangat luas,
bagaikan tiada lagi yang bisa lebih luas, seperti lautan saja layaknya,
sehingga Guru Kiplik pun hanya bisa geleng-geleng kepala.
”Danau
seluas lautan,” pikirnya, ”apalagi yang masih bisa kukatakan?”
Maka
disewanya sebuah perahu layar bersama awaknya agar bisa mencapai pulau itu,
yang konon terletak tepat di tengah danau, benar-benar tepat di tengah,
sehingga jika pelayaran itu salah memperkirakan arah, pulau itu tidak akan bisa
ditemukan, karena kedudukannya hanyalah bagaikan noktah di danau seluas lautan.
Tiadalah
usah diceritakan betapa lama dan susah payah perjalanan yang ditempuh Guru
Kiplik. Namun, akhirnya ia pun sampai juga ke pulau tersebut. Ternyatalah bahwa
pulau sebesar noktah itu subur makmur begitu rupa, sehingga penghuninya tiada
perlu berlayar ke mana pun jua agar dapat hidup. Bahkan, para penghuninya itu
juga tidak ingin pergi ke mana pun meski sekadar hanya untuk melihat dunia.
Tidak terdapat satu perahu pun di pulau itu.
”Jangan-jangan
mereka pun mengira, bahwa dunia hanyalah sebatas pulau sebesar noktah di tengah
danau seluas lautan ini,” pikir Guru Kiplik.
Namun,
alangkah terharunya Guru Kiplik setelah diketahuinya bahwa meskipun terpencil
dan terasing, sembilan orang penduduk pulau sebesar noktah itu di samping
bekerja juga tidak putus-putusnya berdoa!
”Tetapi
sayang,” pikir Guru Kiplik, ”mereka berdoa dengan cara yang salah.”
Maka
dengan penuh pengabdian dan perasaan kasih sayang tiada terkira, Guru Kiplik
pun mengajarkan kepada mereka cara berdoa yang benar.
Setelah
beberapa saat lamanya, Guru Kiplik menyadari betapa susahnya mengubah cara
berdoa mereka yang salah itu.
Dengan
segala kesalahan gerak maupun ucapan dalam cara berdoa yang salah tersebut,
demikian pendapat Guru Kiplik, mereka justru seperti berdoa untuk memohon
kutukan bagi diri mereka sendiri!
”Kasihan
sekali jika mereka menjadi terkutuk karena cara berdoa yang salah,” pikir Guru
Kiplik.
Sebenarnya
cara berdoa yang diajarkan Guru Kiplik sederhana sekali, bahkan sebetulnya
setiap kali mereka pun berhasil menirunya, tetapi ketika kemudian mereka berdoa
tanpa tuntunan Guru Kiplik, selalu saja langsung salah lagi.
”Jangan-jangan
setan sendirilah yang selalu menyesatkan mereka dengan cara berdoa yang salah
itu,” pikir Guru Kiplik, lagi.
Guru
Kiplik hampir-hampir saja merasa putus asa. Namun, setelah melalui masa
kesabaran yang luar biasa, akhirnya sembilan orang itu berhasil juga berdoa
dengan cara yang benar.
Saat
itulah Guru Kiplik merasa sudah tiba waktunya untuk pamit dan melanjutkan
perjalanannya. Di atas perahu layarnya Guru Kiplik merasa bersyukur telah
berhasil mengajarkan cara berdoa yang benar.
”Syukurlah
mereka terhindar dari kutukan yang tidak dengan sengaja mereka undang,” katanya
kepada para awak perahu.
Pada
saat waktu untuk berdoa tiba, Guru Kiplik pun berdoa di atas perahu dengan cara
yang benar.
Baru
saja selesai berdoa, salah satu dari awak perahunya berteriak.
”Guru!
Lihat!”
Guru
Kiplik pun menoleh ke arah yang ditunjuknya. Alangkah terkejutnya Guru Kiplik
melihat sembilan orang penghuni pulau tampak datang berlari-lari di atas air!
Guru
Kiplik terpana, matanya terkejap-kejap dan mulutnya menganga. Mungkinkah
sembilan penghuni pulau terpencil, yang baru saja diajarinya cara berdoa yang
benar itu, telah begitu benar doanya, begitu benar dan sangat benar bagaikan
tiada lagi yang bisa lebih benar, sehingga mampu bukan hanya berjalan, tetapi
bahkan berlari-lari di atas air?
Sembilan
orang penghuni pulau terpencil itu berlari cepat sekali di atas air, mendekati
perahu sambil berteriak-teriak.
”Guru! Guru! Tolonglah kembali Guru! Kami lupa lagi
bagaimana cara berdoa yang benar!”
Ubud,
Oktober 2009 /
Kampung Utan, Agustus 2010.
A.Deskripsi Data
a.Biografi
tokoh
1.Seno Gumira
Ajidarma
Seno
Gumira Ajidarma (lahir di Boston, Amerika
Serikat, 19 Juni 1958; umur 57 tahun) adalah penulis dari generasi
baru di sastra Indonesia.
Beberapa buku karyanya adalah Atas
Nama Malam, Wisanggeni—Sang
Buronan, Sepotong Senja
untuk Pacarku, Biola tak
Berdawai, Kitab Omong
Kosong, Dilarang Menyanyi
di Kamar Mandi, dan Negeri
Senja.
Dia juga terkenal karena dia menulis
tentang situasi di Timor
Timur tempo dulu. Tulisannya
tentang Timor Timur dituangkan dalam trilogi buku Saksi
Mata (kumpulan cerpen), Jazz, Parfum, dan Insiden (roman), dan Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra
Harus Bicara (kumpulan esai).
Pada 2014, dia meluncurkan blog bernama PanaJournal - www.panajournal.com
tentang human interest stories bersama sejumlah wartawan dan profesional di
bidang komunikasi.
b.Sinopsis
cerpen :
Dodolitdodolitdodolibret karya : Seno
Gumira Ajidarma
Cerpen
ini menceritakan seorang lelaki bernama Kiplik yang merasa yakin telah
menguasai dan mengamalkan “cara berdoa yang benar”. Menurut hasil pengamatan
Kiplik banyak sekali orang yang berdoa dengan tidak benar, padahal jika
kata-kata dalam sebuah doa yang diucapkan salah, maka bukan saja menghasilkan
makna yang berbeda, tetapi malah bisa bertentangan. Dalam keyakinan Kiplik,
“cara berdoa yang benar” itu haruslah sempurna, yakni kata-katanya tidak
keliru, gerakannya tepat, waktunya terukur, perhatiannya terpusat, dilandasi
kepercayaan yang mendalam dan tak tergoyahkan, seolah-olah sedang melakukan
sesuatu yang benar, sangat benar, bagaikan tiada lagi yang akan lebih benar.
Dengan kebenaran cara berdoa yang dipraktikkan Kiplik dalam kehidupannya, ia
mendapatkan kebahagiaan yang tiada tara.
Kebahagiaan
yang diperolehnya membuat Kiplik merasa mendapatkan suatu kekayaan yang tidak
ternilai, dan oleh sebab itu ia selalu ingin membagikannya kepada siapa saja.
Sebagai ahli ilmu berdoa, Kiplik yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Guru
Kiplik mengembara untuk mengajarkan ilmunya kepada orang banyak , agar mereka
dapat berdoa dengan benar seperti dirinya, dan mencapai kebahagiaan seperti
dirinya pula. Banyak orang percaya dan merasakan kebenaran pendapat Guru
Kiplik, serta menjadi pengikutnya.
Sebagai
seorang ahli berdoa, Guru Kiplik menyangsikan kebenaran sebuah dongeng lama,
bahwa siapa pun yang berdoa dengan benar akan mampu berjalan di atas air.
Menurut Guru Kiplik dongeng itu hanyalah perlambang untuk menegaskan kebebasan
jiwa yang akan diperoleh siapa pun yang berdoa dengan benar.
Suatu
ketika, Guru Kiplik mengembara ke sebuah pulau terisolir di tengah sebuah danau
yang sangat luas. Pulau itu subur makmur sehingga penghuninya tidak perlu
keluar pulau untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Guru Kiplik
mendapati sembilan orang penduduk pulau tersebut yang rajin bekerja dan tidak
putus-putusnya berdoa. Namun cara berdoa yang mereka lakukan ternyata salah di
mata Guru Kiplik. Untuk itu ia merasa terpanggil mengubah cara berdoa mereka
yang salah tersebut, sebab menurutnya cara berdoa penduduk pulau tersebut
justru memohon kutukan bagi diri mereka sendiri. Dengan susah-payah akhirnya
Guru Kiplik berhasil mengajari mereka “cara berdoa yang benar”.
Setelah
berhasil, Guru Kiplik pamit untuk melanjutkan perjalanannya. Ia merasa
bersyukur telah berhasil mengajari mereka. Setelah berada di atas perahu dan
melanjutkan perjalanan, Guru Kiplik merasa tercengang ketika menyaksikan dengan
mata kepalanya sendiri bahwa kesembilan warga pulau tersebut menyusulnya dengan
berlari di atas air sambil berteriak, “Guru! Guru! Tolonglah kembali Guru! Kami
lupa lagi bagaimana cara berdoa yang benar!”
Guru
Kiplik terpana, matanya terkejap-kejap dan mulutnya menganga. Mungkinkah
sembilan penghuni pulau terpencil, yang baru saja diajarinya cara berdoa yang
benar itu, telah begitu benar doanya, begitu benar dan sangat benar bagaikan
tiada lagi yang bisa lebih benar, sehingga mampu bukan hanya berjalan, tetapi
bahkan berlari-lari di atas air.
B.Analisis
Data
1.Cerpen
“Dodolitdodolitdodolibret” karya Seno Gumira Adjidarma
a.Struktur
cerpen
1.Alur
Untuk menentukan struktur alur yang
digunakan pengarang di dalam cerpen
ini,penenliti berusaha melihat rangkaian peristiwa yang terdapat di dalm
cerpen.Rangkaian peristiwa tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Namun ia memang berpendapat bahwa jika
seorang ingin membaca doa, maka ia harus belajar membaca doa secara benar.
2.
Ternyata tidak sedikit pula orang
percaya dan merasakan kebenaran pendapat kiplik, bahwa dengan berdoa secara
benar, bukan hanya kareana cara-cara nya tapi juga karena tahap kejiwaan yang
dapat dicapai itu, siapa pun akan mendapatkan ketenangan dan kemantapan yang
lebih memugkinkan untuk mencapai kebahagiaan.
3.
Demikianlah akhirnya kiplik pun dikenal
sebagai guru kiplik.Merekaang telah mengalami bagaimana kebahagiaan itu dapat
di capai dengan berdoa secara benar,
merasa sangat berterima kasih dan banyak diantaranya ingin mengikuti kemana pun
kiplik pergi.
4.
Suatu
ketika dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik di tepi sebuah danau. Begitu
luasnya danau itu sehingga di tengahnya terdapatlah sebuah pulau. Ia telah
mendengar bahwa di pulau tersebut terdapat orang-orang yang belum pernah
meninggalkan pulau itu sama sekali.
5.
Setelah beberapa saat lamanya, Guru
Kiplik menyadari betapa susahnya mengubah cara berdoa mereka yang salah itu.
6.
Sembilan orang penghuni pulau
terpencil itu berlari cepat sekali di atas air, mendekati
”Guru!
Guru! Tolonglah kembali Guru! Kami lupa lagi bagaimana cara berdoa yang
benar.
Maka jelaslah bahwa alur cerpen ini
disusun menggunaakan alur maju di awali dengan keyakinan seseorang yaitu kiplik
terhadap cara yang benar dalam berdoa. Kemudian ia mengajarkan keyakinannya
pada orang-orang hingga sampai pada suatu pulau yang dianggapnya akan banyak
penduduk yangsangat membutuhkan pembenaran cara berdoa pada kenyataannya orang
atau penduduk yang dianggap salah cara berdoanya itu ternyata malah sebaliknya,
merekalah yang lebih baik berdoanya.Karena kiplik berkeyakinan orang yang berdoa sangat baik ia
dapat berjalan di atas air dan ternyata penduduk di pulau itu bisa berlari-lari
di atas air.
2.Penokohan
a.Guru kiplik
Guru kiplik adalah seorang yang
dianggap benar,suci,ssufi yang memiliki keyakinanbisa
mengajarkan hal yang dianggapnaya benar dan bisa membawa kebahagiaan bagi orang
banyak.
b.9 orang
penduduk
Taat berdoa, rajin beribadah namun 9
orang penduduk di pulau terpencil yang menganggap diLAMPIRAN
1.OBJEK PENELITIAN
Dodolitdodolitdodolibret
Cerpen Seno Gumira Ajidarma
Kiplik
sungguh mengerti, betapapun semua itu tentunya hanya dongeng.
“Mana
ada orang bisa berjalan di atas air,” pikirnya.
Namun,
ia memang berpendapat bahwa jika seseorang ingin membaca doa, maka ia harus
belajar membaca doa secara benar.
”Bagaimana
mungkin doanya sampai jika kata-katanya salah,” pikir Kiplik, ”karena jika
kata-katanya salah, tentu maknanya berbeda, bahkan jangan-jangan bertentangan.
Bukankah buku Cara Berdoa yang Benar memang dijual di mana-mana?”
Adapun
dongeng yang didengarnya menyampaikan pesan, betapa siapa pun orangnya yang
berdoa dengan benar, akan mampu berjalan di atas air
Kiplik
memang bisa membayangkan, bagaimana kebesaran jiwa yang dicapai seseorang
setelah mampu membaca doa secara benar, akan membebaskan tubuh seseorang dari
keterikatan duniawi, dan salah satu perwujudannya adalah bisa berjalan di atas
air.
Namun,
ia juga sangat sadar sesadar-sadarnya, pembayangan yang bagaimanapun, betapapun
masuk akalnya, tidaklah harus berarti akan terwujudkan sebagai kenyataan, dalam
pengertian dapat disaksikan dengan mata kepala sendiri.
”Dongeng
itu hanyalah perlambang,” pikirnya, ”untuk menegaskan kebebasan jiwa yang akan
didapatkan siapa pun yang berdoa dengan benar.”
Justru
karena itu, semenjak Kiplik memperdalam ilmu berdoa, kepada siapa pun yang
ditemuinya, ia selalu menekankan pentingnya berdoa dengan benar. Adapun yang
dimaksudnya berdoa dengan benar bukanlah sekadar kata-katanya tidak keliru,
gerakannya tepat, dan waktunya terukur, selain tentu saja perhatiannya
terpusat, melainkan juga dengan kepercayaan yang mendalam dan tak tergoyahkan
betapa sedang melakukan sesuatu yang benar, sangat benar, bagaikan tiada lagi
yang akan lebih benar.
Kebahagiaan
yang telah didapatkannya membuat Kiplik merasa mendapatkan suatu kekayaan tak
ternilai, dan karena itulah kemudian ia pun selalu ingin membaginya. Setiap
kali ia berhasil membagikan kekayaan itu, kebahagiaannya bertambah, sehingga
semakin seringlah Kiplik menemui banyak orang dan mengajarinya cara berdoa yang
benar.
Ternyata
tidak sedikit pula orang percaya dan merasakan kebenaran pendapat Kiplik, bahwa
dengan berdoa secara benar, bukan hanya karena cara-caranya, tetapi juga karena
tahap kejiwaan yang dapat dicapai dengan itu, siapa pun akan mendapatkan
ketenangan dan kemantapan yang lebih memungkinkan untuk mencapai kebahagiaan.
Demikianlah
akhirnya Kiplik pun dikenal sebagai Guru Kiplik. Mereka yang telah mengalami
bagaimana kebahagiaan itu dapat dicapai dengan berdoa secara benar, merasa
sangat berterima kasih dan banyak di antaranya ingin mengikuti ke mana pun
Kiplik pergi.
”Izinkan
kami mengikutimu Guru, izinkanlah kami mengabdi kepadamu, agar kami dapat
semakin mendalami dan menghayati bagaimana caranya berdoa secara benar,” kata
mereka.
Namun,
Guru Kiplik selalu menolaknya.
”Tidak
ada lagi yang bisa daku ajarkan, selain mencapai kebahagiaan,” katanya, ”dan
apalah yang bisa lebih tinggi dan lebih dalam lagi selain dari mencapai
kebahagiaan?”
Guru
Kiplik bukan semacam manusia yang menganggap dirinya seorang nabi, yang begitu
yakin bisa membawa pengikutnya masuk surga. Ia hanya seperti seseorang yang
ingin membagikan kekayaan batinnya, dan akan merasa bahagia jika orang lain
menjadi berbahagia karenanya.
Demikianlah
Guru Kiplik semakin percaya, bahwa berdoa dengan cara yang benar adalah jalan
mencapai kebahagiaan. Dari satu tempat ke tempat lain Guru Kiplik pun
mengembara untuk menyampaikan pendapatnya tersebut sambil mengajarkan cara
berdoa yang benar. Dari kampung ke kampung, dari kota ke kota, dari lembah ke
gunung, dari sungai ke laut, sampai ke negeri-negeri yang jauh, dan di setiap
tempat setiap orang bersyukur betapa Guru Kiplik pernah lewat dan
memperkenalkan cara berdoa yang benar.
Sementara
itu, kadang-kadang Guru Kiplik terpikir juga akan gagasan itu, bahwa mereka
yang berdoa dengan benar akan bisa berjalan di atas air.
”Ah,
itu hanya takhayul,” katanya kepada diri sendiri mengusir gagasan itu.
***
Suatu
ketika dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik di tepi sebuah danau. Begitu
luasnya danau itu sehingga di tengahnya terdapatlah sebuah pulau. Ia telah
mendengar bahwa di pulau tersebut terdapat orang-orang yang belum pernah
meninggalkan pulau itu sama sekali. Guru Kiplik membayangkan, orang-orang itu
tentunya kemungkinan besar belum mengetahui cara berdoa yang benar, karena
tentunya siapa yang mengajarkannya? Danau itu memang begitu luas, sangat luas,
bagaikan tiada lagi yang bisa lebih luas, seperti lautan saja layaknya,
sehingga Guru Kiplik pun hanya bisa geleng-geleng kepala.
”Danau
seluas lautan,” pikirnya, ”apalagi yang masih bisa kukatakan?”
Maka
disewanya sebuah perahu layar bersama awaknya agar bisa mencapai pulau itu,
yang konon terletak tepat di tengah danau, benar-benar tepat di tengah,
sehingga jika pelayaran itu salah memperkirakan arah, pulau itu tidak akan bisa
ditemukan, karena kedudukannya hanyalah bagaikan noktah di danau seluas lautan.
Tiadalah
usah diceritakan betapa lama dan susah payah perjalanan yang ditempuh Guru
Kiplik. Namun, akhirnya ia pun sampai juga ke pulau tersebut. Ternyatalah bahwa
pulau sebesar noktah itu subur makmur begitu rupa, sehingga penghuninya tiada
perlu berlayar ke mana pun jua agar dapat hidup. Bahkan, para penghuninya itu
juga tidak ingin pergi ke mana pun meski sekadar hanya untuk melihat dunia.
Tidak terdapat satu perahu pun di pulau itu.
”Jangan-jangan
mereka pun mengira, bahwa dunia hanyalah sebatas pulau sebesar noktah di tengah
danau seluas lautan ini,” pikir Guru Kiplik.
Namun,
alangkah terharunya Guru Kiplik setelah diketahuinya bahwa meskipun terpencil
dan terasing, sembilan orang penduduk pulau sebesar noktah itu di samping
bekerja juga tidak putus-putusnya berdoa!
”Tetapi
sayang,” pikir Guru Kiplik, ”mereka berdoa dengan cara yang salah.”
Maka
dengan penuh pengabdian dan perasaan kasih sayang tiada terkira, Guru Kiplik
pun mengajarkan kepada mereka cara berdoa yang benar.
Setelah
beberapa saat lamanya, Guru Kiplik menyadari betapa susahnya mengubah cara
berdoa mereka yang salah itu.
Dengan
segala kesalahan gerak maupun ucapan dalam cara berdoa yang salah tersebut,
demikian pendapat Guru Kiplik, mereka justru seperti berdoa untuk memohon
kutukan bagi diri mereka sendiri!
”Kasihan
sekali jika mereka menjadi terkutuk karena cara berdoa yang salah,” pikir Guru
Kiplik.
Sebenarnya
cara berdoa yang diajarkan Guru Kiplik sederhana sekali, bahkan sebetulnya
setiap kali mereka pun berhasil menirunya, tetapi ketika kemudian mereka berdoa
tanpa tuntunan Guru Kiplik, selalu saja langsung salah lagi.
”Jangan-jangan
setan sendirilah yang selalu menyesatkan mereka dengan cara berdoa yang salah
itu,” pikir Guru Kiplik, lagi.
Guru
Kiplik hampir-hampir saja merasa putus asa. Namun, setelah melalui masa
kesabaran yang luar biasa, akhirnya sembilan orang itu berhasil juga berdoa
dengan cara yang benar.
Saat
itulah Guru Kiplik merasa sudah tiba waktunya untuk pamit dan melanjutkan
perjalanannya. Di atas perahu layarnya Guru Kiplik merasa bersyukur telah
berhasil mengajarkan cara berdoa yang benar.
”Syukurlah
mereka terhindar dari kutukan yang tidak dengan sengaja mereka undang,” katanya
kepada para awak perahu.
Pada
saat waktu untuk berdoa tiba, Guru Kiplik pun berdoa di atas perahu dengan cara
yang benar.
Baru
saja selesai berdoa, salah satu dari awak perahunya berteriak.
”Guru!
Lihat!”
Guru
Kiplik pun menoleh ke arah yang ditunjuknya. Alangkah terkejutnya Guru Kiplik
melihat sembilan orang penghuni pulau tampak datang berlari-lari di atas air!
Guru
Kiplik terpana, matanya terkejap-kejap dan mulutnya menganga. Mungkinkah
sembilan penghuni pulau terpencil, yang baru saja diajarinya cara berdoa yang
benar itu, telah begitu benar doanya, begitu benar dan sangat benar bagaikan
tiada lagi yang bisa lebih benar, sehingga mampu bukan hanya berjalan, tetapi
bahkan berlari-lari di atas air?
Sembilan
orang penghuni pulau terpencil itu berlari cepat sekali di atas air, mendekati
perahu sambil berteriak-teriak.
”Guru! Guru! Tolonglah kembali Guru! Kami lupa lagi
bagaimana cara berdoa yang benar!”
Ubud,
Oktober 2009 /
Kampung Utan, Agustus 2010.
A.Deskripsi Data
a.Biografi
tokoh
1.Seno Gumira
Ajidarma
Seno
Gumira Ajidarma (lahir di Boston, Amerika
Serikat, 19 Juni 1958; umur 57 tahun) adalah penulis dari generasi
baru di sastra Indonesia.
Beberapa buku karyanya adalah Atas
Nama Malam, Wisanggeni—Sang
Buronan, Sepotong Senja
untuk Pacarku, Biola tak
Berdawai, Kitab Omong
Kosong, Dilarang Menyanyi
di Kamar Mandi, dan Negeri
Senja.
Dia juga terkenal karena dia menulis
tentang situasi di Timor
Timur tempo dulu. Tulisannya
tentang Timor Timur dituangkan dalam trilogi buku Saksi
Mata (kumpulan cerpen), Jazz, Parfum, dan Insiden (roman), dan Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra
Harus Bicara (kumpulan esai).
Pada 2014, dia meluncurkan blog bernama PanaJournal - www.panajournal.com
tentang human interest stories bersama sejumlah wartawan dan profesional di
bidang komunikasi.
b.Sinopsis
cerpen :
Dodolitdodolitdodolibret karya : Seno
Gumira Ajidarma
Cerpen
ini menceritakan seorang lelaki bernama Kiplik yang merasa yakin telah
menguasai dan mengamalkan “cara berdoa yang benar”. Menurut hasil pengamatan
Kiplik banyak sekali orang yang berdoa dengan tidak benar, padahal jika
kata-kata dalam sebuah doa yang diucapkan salah, maka bukan saja menghasilkan
makna yang berbeda, tetapi malah bisa bertentangan. Dalam keyakinan Kiplik,
“cara berdoa yang benar” itu haruslah sempurna, yakni kata-katanya tidak
keliru, gerakannya tepat, waktunya terukur, perhatiannya terpusat, dilandasi
kepercayaan yang mendalam dan tak tergoyahkan, seolah-olah sedang melakukan
sesuatu yang benar, sangat benar, bagaikan tiada lagi yang akan lebih benar.
Dengan kebenaran cara berdoa yang dipraktikkan Kiplik dalam kehidupannya, ia
mendapatkan kebahagiaan yang tiada tara.
Kebahagiaan
yang diperolehnya membuat Kiplik merasa mendapatkan suatu kekayaan yang tidak
ternilai, dan oleh sebab itu ia selalu ingin membagikannya kepada siapa saja.
Sebagai ahli ilmu berdoa, Kiplik yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Guru
Kiplik mengembara untuk mengajarkan ilmunya kepada orang banyak , agar mereka
dapat berdoa dengan benar seperti dirinya, dan mencapai kebahagiaan seperti
dirinya pula. Banyak orang percaya dan merasakan kebenaran pendapat Guru
Kiplik, serta menjadi pengikutnya.
Sebagai
seorang ahli berdoa, Guru Kiplik menyangsikan kebenaran sebuah dongeng lama,
bahwa siapa pun yang berdoa dengan benar akan mampu berjalan di atas air.
Menurut Guru Kiplik dongeng itu hanyalah perlambang untuk menegaskan kebebasan
jiwa yang akan diperoleh siapa pun yang berdoa dengan benar.
Suatu
ketika, Guru Kiplik mengembara ke sebuah pulau terisolir di tengah sebuah danau
yang sangat luas. Pulau itu subur makmur sehingga penghuninya tidak perlu
keluar pulau untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Guru Kiplik
mendapati sembilan orang penduduk pulau tersebut yang rajin bekerja dan tidak
putus-putusnya berdoa. Namun cara berdoa yang mereka lakukan ternyata salah di
mata Guru Kiplik. Untuk itu ia merasa terpanggil mengubah cara berdoa mereka
yang salah tersebut, sebab menurutnya cara berdoa penduduk pulau tersebut
justru memohon kutukan bagi diri mereka sendiri. Dengan susah-payah akhirnya
Guru Kiplik berhasil mengajari mereka “cara berdoa yang benar”.
Setelah
berhasil, Guru Kiplik pamit untuk melanjutkan perjalanannya. Ia merasa
bersyukur telah berhasil mengajari mereka. Setelah berada di atas perahu dan
melanjutkan perjalanan, Guru Kiplik merasa tercengang ketika menyaksikan dengan
mata kepalanya sendiri bahwa kesembilan warga pulau tersebut menyusulnya dengan
berlari di atas air sambil berteriak, “Guru! Guru! Tolonglah kembali Guru! Kami
lupa lagi bagaimana cara berdoa yang benar!”
Guru
Kiplik terpana, matanya terkejap-kejap dan mulutnya menganga. Mungkinkah
sembilan penghuni pulau terpencil, yang baru saja diajarinya cara berdoa yang
benar itu, telah begitu benar doanya, begitu benar dan sangat benar bagaikan
tiada lagi yang bisa lebih benar, sehingga mampu bukan hanya berjalan, tetapi
bahkan berlari-lari di atas air.
B.Analisis
Data
1.Cerpen
“Dodolitdodolitdodolibret” karya Seno Gumira Adjidarma
a.Struktur
cerpen
1.Alur
Untuk menentukan struktur alur yang
digunakan pengarang di dalam cerpen
ini,penenliti berusaha melihat rangkaian peristiwa yang terdapat di dalm
cerpen.Rangkaian peristiwa tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Namun ia memang berpendapat bahwa jika
seorang ingin membaca doa, maka ia harus belajar membaca doa secara benar.
2.
Ternyata tidak sedikit pula orang
percaya dan merasakan kebenaran pendapat kiplik, bahwa dengan berdoa secara
benar, bukan hanya kareana cara-cara nya tapi juga karena tahap kejiwaan yang
dapat dicapai itu, siapa pun akan mendapatkan ketenangan dan kemantapan yang
lebih memugkinkan untuk mencapai kebahagiaan.
3.
Demikianlah akhirnya kiplik pun dikenal
sebagai guru kiplik.Merekaang telah mengalami bagaimana kebahagiaan itu dapat
di capai dengan berdoa secara benar,
merasa sangat berterima kasih dan banyak diantaranya ingin mengikuti kemana pun
kiplik pergi.
4.
Suatu
ketika dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik di tepi sebuah danau. Begitu
luasnya danau itu sehingga di tengahnya terdapatlah sebuah pulau. Ia telah
mendengar bahwa di pulau tersebut terdapat orang-orang yang belum pernah
meninggalkan pulau itu sama sekali.
5.
Setelah beberapa saat lamanya, Guru
Kiplik menyadari betapa susahnya mengubah cara berdoa mereka yang salah itu.
6.
Sembilan orang penghuni pulau
terpencil itu berlari cepat sekali di atas air, mendekati
”Guru!
Guru! Tolonglah kembali Guru! Kami lupa lagi bagaimana cara berdoa yang
benar.
Maka jelaslah bahwa alur cerpen ini
disusun menggunaakan alur maju di awali dengan keyakinan seseorang yaitu kiplik
terhadap cara yang benar dalam berdoa. Kemudian ia mengajarkan keyakinannya
pada orang-orang hingga sampai pada suatu pulau yang dianggapnya akan banyak
penduduk yangsangat membutuhkan pembenaran cara berdoa pada kenyataannya orang
atau penduduk yang dianggap salah cara berdoanya itu ternyata malah sebaliknya,
merekalah yang lebih baik berdoanya.Karena kiplik berkeyakinan orang yang berdoa sangat baik ia
dapat berjalan di atas air dan ternyata penduduk di pulau itu bisa berlari-lari
di atas air.
2.Penokohan
a.Guru kiplik
Guru kiplik adalah seorang yang
dianggap benar,suci,ssufi yang memiliki keyakinanbisa
mengajarkan hal yang dianggapnaya benar dan bisa membawa kebahagiaan bagi orang
banyak.
b.9 orang
penduduk
Taat berdoa, rajin beribadah namun 9
orang penduduk di pulau terpencil yang menganggap dirinya bodoh dan
dianggapsesat oleh Guru Kiplik ternyata merekalah yang lebih benar cara
berdoanya karena bisa berlari di atas air.
3.Latar
Pada bagian latar ini akan diuraikan
latar tempat yang menjadi latar dari peristiwa yang dialami oleh para tokoh di
dalam cerpen ini.Latar tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
a.Latar tempat
Latar yang digunakan dalam cerpen
ini sangat berkaitan atau meniliki hubungan yang erat dengan unsur-unsur lain
dalam cerita.Hal ini dapat kita lihat dari kutipan cerpen berikut.
“Suatu ketika dalam perjalanannya tibalah Guru
Kiplik di tepi sebuah danau begitu luasnya,danau itu sehingga ditengahnya
terdapat sebuah pulau.”
Dari kutipan di atas terlihat bahwa sebuah
pulau terletak di tengah danau, menggambarkan sebuah daerah terpencil dan
berpendudukan terbatas sehingga mempertajam pemaknaannya bahwa didaerah seperti
ini cocok jika penduduknya tidak banyak berpengetahuan.
4.
Tema
Tema merupakan ide pokok atau pokok
permasalahan yang terkandung di dalam cerpen.pokok permasalahan dalam cerpen
ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Justru karena
itu semenjak Kiplik memperdalam ilmu berdoa, kepada siapa pun yang di temuinya.Ia
selalu menenkankan pentingnya berdoa dengan benar.Adapun yang dimaksudnya
berdoa dengan benar bukanlah sekedar kata-katanya tidak keliru,gerakanya tepat,
dan waktunya terukur,tentu saja perhattiannya terpusat, melainkan juga dengan
kepercayaan yang mendalam dan tidak tergoyahkan betapa sedang melakukan sesuatu
yang benar, sangat benar, bagaikan tidak lagi yang akan lebih benar.”
Berdasarkan kutipan di atas jelaslah
bahwa tema yang diangkat oleh pengarang dalam cerpen ini dari awal sampai akhir
cerita tak lepas dari kata berdoa yang baik, hal ini menunjukan bahwa cerpen
ini bercerita kisah keagamaan religi atau hal yang berbau metafisik (sufi).rinya bodoh dan
dianggapsesat oleh Guru Kiplik ternyata merekalah yang lebih benar cara
berdoanya karena bisa berlari di atas air.
3.Latar
Pada bagian latar ini akan diuraikan
latar tempat yang menjadi latar dari peristiwa yang dialami oleh para tokoh di
dalam cerpen ini.Latar tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
a.Latar tempat
Latar yang digunakan dalam cerpen
ini sangat berkaitan atau meniliki hubungan yang erat dengan unsur-unsur lain
dalam cerita.Hal ini dapat kita lihat dari kutipan cerpen berikut.
“Suatu ketika dalam perjalanannya tibalah Guru
Kiplik di tepi sebuah danau begitu luasnya,danau itu sehingga ditengahnya
terdapat sebuah pulau.”
Dari kutipan di atas terlihat bahwa sebuah
pulau terletak di tengah danau, menggambarkan sebuah daerah terpencil dan
berpendudukan terbatas sehingga mempertajam pemaknaannya bahwa didaerah seperti
ini cocok jika penduduknya tidak banyak berpengetahuan.
4.
Tema
Tema merupakan ide pokok atau pokok
permasalahan yang terkandung di dalam cerpen.pokok permasalahan dalam cerpen
ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Justru karena
itu semenjak Kiplik memperdalam ilmu berdoa, kepada siapa pun yang di temuinya.Ia
selalu menenkankan pentingnya berdoa dengan benar.Adapun yang dimaksudnya
berdoa dengan benar bukanlah sekedar kata-katanya tidak keliru,gerakanya tepat,
dan waktunya terukur,tentu saja perhattiannya terpusat, melainkan juga dengan
kepercayaan yang mendalam dan tidak tergoyahkan betapa sedang melakukan sesuatu
yang benar, sangat benar, bagaikan tidak lagi yang akan lebih benar.”
Berdasarkan kutipan di atas jelaslah
bahwa tema yang diangkat oleh pengarang dalam cerpen ini dari awal sampai akhir
cerita tak lepas dari kata berdoa yang baik, hal ini menunjukan bahwa cerpen
ini bercerita kisah keagamaan religi atau hal yang berbau metafisik (sufi).